Senin, 13 Februari 2017

Ijinkan aku hidup lebih lama

Sedari kecil hingga dewasa, aku tak pernah merasa perih teramat perih. Hanya setetes air mata mampu membasuh kepedihanku.
Tawa sekelilingku mengalihkan dukaku. Menari di atas penderitaan orang adalah hobiku. Menghancurkan semua yang ada namun tanpa ingin dikendalikan oleh lainnya. Hanya keegoisanku yang sudah membentukku hingga begini.
Harapan para malaikat dan jalan yang terbentang luas aku hancurkan begitu saja. Kebodohanku membuatku berpikir akulah yang terpandai. Kebutaanku membuatku melihat hal yang ingin aku lihat. Kebisuanku membuatku menghujat para pencari cahaya dan meracuni benih surgawi. Tangan kotorku membuatku menciptakan kreasi yang mewah namun tanpa tujuan yang pasti.
Harap pupus hati merana. Setiap senja terpana melihat elok mentari surga. Haru dan peluh membasuh seuntai mutiara. Perhiasan semu yang menjadi tolok ukur derajat manusia. Hapuskan saja coretan di dinding. Agar bersih begitu bersih. Namun tetap menjadi buih.
Persetan dengan buaian iblis. Yang mengiris segaris baris. Lamunan doa teruntai manja saat malam beradu temani tidurku. Hari berganti menjadi sepi. Hanya jiwa nestapa bergerilya. Tampar aku. Hingga terbuka mataku. Goyahkan imanku. Agar terima pencerahaanmu. Aku hanya sebatas wadah kosong yang berlubang. Menuai materi panjang tanpa menahan harapan. Sadarkah kau. Aku disini masih menanti. Sepi. Riuh berkecamuk bungkam sang gigolo. Rayuan maut tersekat di tenggorok.
Persetan.
Biarkan aku pergi.
Cegah kaki tarik tanganku.
Berikan aku waktu.
Jangan.
Enyahkan aku dari sini.
Lempar tubuh usang dari belenggu.
Terkoyak tersapu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jual jiwa tukar kata.
Umbar nyawa sembunyi doa.
Buang usaha simpan asa.
Hancurkan nada bangunkan raga.
Tutup usia buka dunia.
Hapus.
Hapus.
Hapus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar